Oleh : Andes Robensyah
Gemabangsa.id, Kerinci - Toeri keadilan banyak dijumpai dalam pembahasan mengenai hukum, banyak tokoh-tokoh dan filsuf yang telah menjabarkan mengenai makna dari keadilan diantaranya, Plato, Aristotels, Thomas Aquinas, Gustav Radbruch, dan John Rawls, dari tokoh-tokoh tersebut merupakan para pemikir yang rata-rata berasal dari dunia barat. Pada pembahasan ini penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai makna keadilan dari seorang tokoh yang berasal dari Indonesia terkhusus berasal dari bumi Minangkabau, yaitu Buya Hamka.
Buya Hamka dikenal sebagai ulama besar, ahli tafsir, yang tersohor di Indonesia bahkan dunia, Buya Hamka juga seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Hamka merupakan panggilan yang masyhur dikalangan cendikiawan dan masyarakat, Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdulmalik Karim Amrullah (HAMKA), Buya Hamka lahir di Sungai Batang Maninjau (Sumatera Barat) pada tanggal 17 Februaru 1908 bertepatan dengan 14 Muharram 1326 H, Buya Hamka juga seorang anak dari ulama Islam dari Minangkabau yang terkenal, yairu Dr. Haji Abdul Karim Amrullah yang sering dipanggil dengan Haji Rasul, seorang ulama yang mebawa faham-faham pembaharuan Islam di Minangkabau.
Kemasyhuran nama Buya Hamka tak lepas dari kegigihan Buya Hamka dan peran orangtua dalam hal mendidik dan belajar, sedari kecil sosok Buya Hamka ini telah memperoleh pembelajaran ilmu Al Qur’an dan pengetahuan dasar agama dari sang ayah langsung yang juga merupakan sosok ulama.
Seiring waktu berlalu dalam proses menimba ilmu, Ilmu agama lebih banyak Buya Hamka peroleh dengan cara belajar mandiri atau otodidak. Bahkan bukan hanya dalam hal ilmu agama saja, Buya Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai macam keilmuan, mulai dari politik, sejarah, sastra, dan sosiologi.
Dalam buku nya Buya Hamka mengawali pembahasan tentang keadilan dengan mengatakan bahwa:
“Amat banyaklah perangai mulia dan tanggung jawab yang wajib disempurnakan dalam pergaulan dalam masyarakat ramai. Sebagaimana telah berkali-kali kita nyatakan, tak seorang pun manusia yang dapat menyingkir dari pegaulan ramai, pertukaran kepentingan dan pergantian pikiran, yang menjadi pengawas dalam masyarakat ramai itu ialah rasa keadilan. Keadilan amat luas dan banyak lagi keutamaan lain yang bergantung padanya, seperti berbuat baik kepada orang lain, tulus, ikhlas, membela kemanusiaan, mencintai tanah air, menjaga budi pekerti, dermawan, dan menjaga hak persamaan”
Hamka mengatakan bahwa, dalam arti kata saja keadilan itu berarti “tegak di tengah”, menurut ajaran filsafat Nasrani arti dari keadilan ialah “jangan lakukan kepada orang lain sesuatu yang tidak senang, kalau dilakukan orang kepada kita”. Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita bahwa “tidaklah beriman seorang kamu sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri”
Buya Hamka dalam bukunya “Faslsafah Hidup” mengatan bahwa di dalam hukum dasar dunia keadilan itu mengandung tiga perkara, yaitu: pertama, Persamaan. kedua, Kemerdekaan, dan ketiga, Hak Milik, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, Persamaan, adalah hak segenap manusia, karena kejadian manusia itu sama, keperluan hidup yang sama. Maka dari itu hendaklah mereka sama-sama mendapatkan hak dalam hidup. Hak yang sama di dalam hidup dan juga hak yang sama didepan hukum. Meskipun di dalam pergaulan hidup terdapat ada buruh dan majiakan, ada bangsawan dan ada petani, akan tetapi semuanya diakui asal mereka itu sama dan sama pula hak dan kewajidan didepan hukum.
Karena ada nya perbedaan tingkatan hidup di dalam masyarakat bukanlah kehendak dari hukum. Namun hanya sebab dari perlainan ilmu, pendapat akal, atau nasib. Sungguh pun begitu, pemerintah memikul kewajiban untuk memajukan Pendidikan dan memberikan pengajaran dalam rangka untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat bangsa.
Kedua, Kemerdekaan, kemerdekaan itu adalah kebebasan manusia yang sudah menjadi fitrah. Manusia dilahirkan merdeka, datang dari perut seorang ibu tidak mengenal yang namanya perbedaan. Maka dari itu, dalam hidupnya hendaklah manusia itu tetap merdeka, tidak diikat dengan belenggu perbudakan dan tawanan. Merdeka dalam menyatakan peresaanya, merdeka lenggang dirinya, pulang dan perginya.
Merdeka terhadap segala anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya sejak manusia itu lahir, tanpa mengganggu kemerdekaan orang lain atau ketentraman masyarakat. Maka kehidupan manusia tidak akan mencapai kejernihan dan kebersihan jika kemerdekaan pada dirinya terbatas dan dibatasi.
Ketiga, Hak milik, hukum dalam mengakui hak milik seseorang terhadap hartanya sendiri. Pemerintah tidak boleh mencampuri hak milik dari seseorang. Hak milik inilah yang menjadi perbedaan ukuran keadilan dizaman kemajuan dan kegelapan. Pada zaman kegelapan masyarakat tidak memiliki apa-apa, yang memiliki hak milik atas tanah dan rumah adalah raja atau tuan tanah (feodalisme).
Jika raja merlihat harta rakyat itu bagus maka bisa saja dia mengambilnya karena tidak ada yang berani membantah perkataan raja. Dalam hukum dan keadilan, rakyat memiliki hak untuk memperkarakan raja didepan hukum jika seorang raja mengambil hak milik mereka tanpa berlandaskan peraturan yang telah ditentukan.
Buya Hamka menerangkan bahwa ketiga-tiganya itu di atas, itulah yang terdapat dalam lingkungan keadilan menurut teori para ahli tentang ilmu ketatanegaraan dan ilmu sosial. ketiga-tiganya itu ialah pangkal dari keselamatan suatu bangsa dalam lingkungan hukum.
Tabiat dari manusia adalah mengejar kemajuan dalam kehidupan, sebagai contoh nyata pada pertukaran abad 19 ke adab 20 menggambarkan tabiat manusia dalam mengejar sebuah kemajuan. Sebagai makhluk sosial, manusia suka berkumpul bersama-sama, karena hidup bersama itu selalulah di dalam kehidupan bertemu dengan kepentingan antara manusia dengan manusia lainnya.
Oleh karena itu harus ada batas agar tidak menggangu kepentingan seorang oleh seorang yang lain, yang dapat mengakibatkan kerusakan dalam hubungan manusia dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan batas-batas, dan batas-batas itulah yang dinamakan “keadilan” menurut hukum akal budi.
Terdapat kewajiban yang paling utama dalam kehidupan masyarakat, kewajiban yang paling utama itu adalah menghormati orang lain di dalam kehidupannya, menghormati kemerdekaannya, menghormati pridabinya, serta menghormati kepercayaan dan hak-hak yang dimilikinya, dan begitupun sebaliknya. Memberikan penghormatan kepada kepada kehidupan manusia merupakan tujuan yang utama dari hukum dan keadilan.
Allah telah memberikan kepada kita “rohani” dan “jasmani”, dengan dua hal itu kita diberikan hak di dalam kehidupan dunia, maka dari itu taka da seorangpun di antara manusia dan manusia yang lainnya yang berhak mengganggu kehidupan yang telah di anugerahkan oleh Allah.
Nyawa manusia pasti akan berpisah dengan badan, dan tidak ada yang berhak memisahkannya, melainkan yang memberi anugerah itu sediri, maka dari itulah semua agama melarang untuk bunuh diri dan membunuh orang lain dengan tidak menurut haknya pula (keputusan hakim). Karena kehidupan manusia itu pasti ada manfaatnya untuk masyarakat ramai, walaupun hanya seorang tukang sapu jalan, karena di pundak tukang sapu itu bersandar pengharapan kehidupan anak dan istrinya.
Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas